PROPOSAL
PENELITIAN
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN DALAM UPACARA KARIA PADA MASYARAKAT MUNA DI DESA TOROBULU
KECAMATAN
LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN
OLEH
A
B I D
I N
A2D1 09 123
JURUSAN PENDIDIKAN
BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
K
E N D A R I
2
0 1 1
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan
Negara kepulauan yang terdiri dari pulau besar dan pulau kecil, yang didiami
oleh berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang beraneka ragam. Salah satu dari
kebudayaan yang beraneka ragam itu adalah adanya upaya lingkaran hidup yang
harus dilalui oleh setiap individu melalui upacara lingkaran hidup
tersebut,yaitu dari masa bayi sampai kemasa dewasa. Salah satu upacara dalam
lingkaran hidup tersebut adalah upacara peralihan yaitu dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa.
Dalam UUD 1945
dijelaskan bahwa Kebudayaan Nasional yang mencerminkan Nilai-nilai Bangsa harus
dipelihara, dibina, dan dikembangkan dengan memperkuat penghayatan dan
pengamalan Pancasila meningkatkan kualitas hidup bangsa, memperkuat jati diri
dan kebanggaan Nasional, memperbaiki jiwa persatuan dan kesatuan bangsa serta
menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita bangsa. Pembinaan dan pengembangan
kebudayaan daerah sangat perlu karena budaya yang berkepribadian dan kesadaran
nasional cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Pada Masyarakat Muna
terdapat upacara lingkaran hidup dalam kehidupan individunya, yang dimulai dari
upacara kelahiran sampai sampai pada upacara kematian. Untuk melaksanaka upacara tersebut seorang individu
harus melalui tahap-tahap. Salah satu tahap tersebut adalah tahap/peralihan
masa kanak-kanak kemasa dewasa khususnya wanita ada upacara yang mereka sebut
upacara Karia.
Sejalan dengan pendapat
Koenjaraningrat (1992:92) mengemukakan
bahwa hampir semua kebudayaan di dunia, hidup individu dibagi oleh adat
masyarakat melalui tingkatan-tingkatan tertentu yang dalam Antropologi di sebut
“Stages
the Along Live Cycle” yaitu peralihan dari masa bayi, masa
kanak-kanak, masa remaja, masa pubert, masa sesudah menikah, masa hamil sampai
melahirkan, sampai masa tua. Pada masa peralihan masa, para individu beralih
dari satu tingkat kehidupan ketingkat lain, biasanya diadakan pesta atu upacara
peralihan sepanjang hidup individu itu ada hampir semua kebudayaan diseluruh
dunia.
Dalam satu kebudayaan
saat peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa atau kemasa pubert,
dianggap suatu masa yang gawat. Oleh
karena itu harus diadakannya suatu upacara disepanjang hidip individu tersebut.
Hal ini disebabkan karena suatu kesadaran umum diantara semua manusia, bahwa
tiap tingkat baru dalam kehidupan individu, membawa si individu ke dalam
lingkaran sosial yang baru dan lebih luas.
Upacara karia merupakan
upacara yang sangat penting dalam rangka upacara-upacara adat disepanjang hidup
individu pada masyarakat Muna. Upacara karia merupakan upacara inisiasi yang
dilakukan kepada setiap wanita yang memasuki usia dewasa. Menurut pemahaman
Masyarakat Muna, bahwa seorang wanita tidak boleh menikah jika belum melalui
proses upacara Karia. Bagi wanita yang sudah menikah namun belum melalui
upacara karia akan merasa tersisih dan akan dikucilkan dalam masyarakatnya.
Karia merupakan upacara peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
ditunjukan pada penyucian diri manusia, khususnya wanita dari suatu tingkat
kehidupan yaitu masa kanak-kanak ke masa dewasa dan telah siap untuk berumah
tangga dan wanita yang sudah melakukan upacara karia tersebut sudah dapa
melaksanakan pernikahan. Menurut informasi dan
pengamatan di lapangan bahwa pelaksanaan karia di desa Torobulu
kecamatan Laeya kabupaten Konsel telah mengalami perubahan sebagaimana
ketentuan adat.
Untuk itu, penelitian
ini perlu dilakukan guna mengangkat fungsi-fungsi di dalam upacara karia dimana
diera globalisasi yang serba rasional, masyarakat Muna masih tetap
mempertahankan upacara karia sebagai upacara dalam siklus kehidupan mereka.
1.2
Masalah
Masalah
yang akan diteliti ialah bagaimanakah nilainilai pendidikan dalam upacara karia
pada masyarakat Muna di desa Torobulu kecamatan Laeya kabupaten Konawe Selatan.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk menguraikan Nilai-nilai pendidikan dalam upacara karia pada
masyarakat muna di desa Torobulu kecamatan Laeya kabupaten Konawe Selatan.
1.4
Manfaat
penelitian
Manfaat yang bias
dipetik dalam penelitian ini adalah:
1.
Peneliti dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Nilai-nilai pendidikan dalam upacara karia pada masyarakat
muna di desa Torobulu kecamatan Laeya kabupaten Konawe Selatan.
2.
Dapat mempertahankan Nilai-nilai
pendidikan dalam upacara karia pada masyarakat muna di desa Torobulu kecamatan
Laeya kabupaten Konawe Selatan.
3.
Sebagai bahan pembelajaran dalam
mewariskan Nilai-nilai pendidikan dalam upacara karia, khususnya di desa
Torobulu kecamatan Laeya kabupaten Konawe Selatan.
2.1
Pengertian
kesusastraan
Berbicara tentang
sasstra, kita kan dihadapkan dengan begitu banyak batasan tentang sastra yang
dikemukakan oleh para ahli. Meskipun batasan-batasan yang dikemukakan tidek
sepenuhnya memuaskan, karena masing-masing dari mereka mengeukakan batasan
tersebut sesuai dengan versi mereka masing-masing, akan tetapi pada umumnya
batasan yang dikemukakan itu semuanya menggambarkan tentang kehidupan dalam
kurun waktu tertentu, karena sastra merupakan hasil kreasi seni yang
imajinatif.
Sumarjo dalam Herman
(2010:8) mengatakan bahwa tidak mungkin meberikan definisi yang universal
tentang sastra. Sastra bukanlah benda yang kita jumpai. Sastra adalah sebuah
nama dengan alasan tertentu dalam lingkungan kebudayaan. Sastra harus ditinjau
dari dua segi, yaitu bahasa da nisi (Badudu dalam Soetarno, 2008:1). Lebih
lanjur Hashim Awang dalam Soetarno,2008:1) mengemukakan bahwa sastra merupakan
ciptaan seni yang disampaikan melalui bahasa.
Pengertian sastra juga
dikemukakan oleh Jakob Sumardjo dalam Herman (2010:9) bahwa sastra adalah
ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pkiran, perasaan, ide,
semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran secarqa konkrit yang
membangkitkan pesona dalam bentuk bahasa.
2.2
Pengertian
Kebudyaan
Kebudayaan dapat
diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan (akal) manusia seperti
kepercayaan, adat-istiadat. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk memahami ligkungan serta pengalaman yang menjadi
pedoman tingkah laku hasil akal dari sekeliling. (Moeliono dalam Malonda,
2011:8). Kebudayaan adalah satuan sejarah manusia sendiri yakni manusia sebagai
makhluk individu dan manusia sebagai makhluk sosial sekaligus menyimpul isi
sebenarnya tidak lepas dari konsekuensi logis dan sosial sekaligus. (hasan
dalam Malonda, 2011:8)
Kebudayaan sering diartikan
sebagai hl-hal yang berkaitan dengan budi dan akal, yang pada dasarnya
berpangkal pada potensi rohaaniah itu, mengembangkan diri pada 3 aspek, yaitu:
1. Aspek
potensi cipta, yang berwujud dalam karya-karya ilmiah (logika) Mendapatkan
dorongan kegiatan dari akal budi manusia
sebagai makhluk yang berbudaya.
2. Aspek
potensi karsa, yang terwujud dalam norma atau kaidah tentang kebijakan dan
kepatuhan (etika dalam kehidupan manusia) yang mendapatkan dorongan kegiatan
dalam harkat manusia sebagai mahluk budaya.
3. Aspek
potensi rasa, yaitu yang terwujud dalam perasaan keindahan dan keserasian
(etika) dalam kehidupan manusa sebagai makhluk budaya. (mattulada dalm Malonda,
2011:9)
Ketiga unsur udaya tersebut mendorong
tumbuhnya dinamika dalam keidupan, karena itulah yang melahirkan makna dan
menumbuhkan bagi sesuatu yang dihasilkan oleh manusia dari potensi alam yang
dikelolah dari benda budaya.
Kebudayaan merupakan
keseluruhan cara kehidupan masyarakat manapun dan tidak hanya mengenai cara
hidup itu, merupakan bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau
lebih diinginkan . (Irhono dalam Malonda, 2011:10).
Jadi kebudayaan itu
meiliki unsur-unsur yang universal, misalnya organisasi, bahasa, sistem
pengetahuan, sistem organisasi, sistem religi dan kesenian.
2.3
Sastra
Lama
Karya sastra lama lahir
dalam masyarakat lama dan pada zamannya pula. Masyarakat pada waktu itu masih
memegang adat istiadat yang masih berlaku di daerahnya. Karya sastra lama
biasanya bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat istiadat serta ajaran-ajaran
agama.
Karya sastra ini
merupakan hasil cipta rasa manusia. Karya sastra lahir dari ekspresi jiwa
seorang pengarang. Suatu hasil karya dikatakan sebagai karya sastra apabila
isinya dapat menimbulkan perasaan haru, menggugah, kagum dan mendapat tempat di
hati penikmatnya. Karya sastra yang seperti itu dapat dikatakan karya sastra
yang adiluhung, yaitu suatu karya sastra yang dapat menembus ruang dan waktu.
Karya sastra lama atau klasik lahir dan berkembang di lingkungan masyarakat
yang masih kental dengan adat istiadat. Karya-karya kesusastraan lama sangat
dipengaruhi oleh muatan local yang berupa adat istiadat dan budaya yang berlaku
pada zamannya.
2.4
Sastra
Lisan
Secara historis, jumlah
hasil karya sastra lisan lebih banyak disbanding karya sastra tulis. Diantara jenis sastra lisan tersebut
diantaranya pantun dan peri bahasa, gurindam, dongeng, legenda, dan syair pada
mulanya juga merupakan sastra tradisi lisan. Namun perkembangan jenis sastra
ini mengalami perubahan ketika menjadi bagian dari kehidupan di istana-istana
melayu yang telah terbiasa dengan tradisi tulis menulis. Tampaknya ini
merupakan bagian dari wujud interaksi positif antara sastra lisan dan tulisan.
Tuloli dalam Malonda
(2011:12) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi pada sastra lisan
disebabkan oleh pengaruh perkembangan masyarakat dari berbagai sendi kehidupan,
baik itu pendidikan, ekonomi, politik dan kepercayaan. Hal ini juga sejalan
dengan pendapat Finengan dalam Alimin (2011:12) yang menyatakan bahwa keberadaan
sastra lisan perlu dipertimbangkan dari hal-hal yang menyangkut geografis,
sejarah, ekonomi, kepercayaan, agama, serta semua aspek-aspek yang berkenaan
dengan kebudayaan lainnya. Budaya lisan secara etimologi berasal dari oral
kultur. Pembicaraan mengenai sastra budaya lisan dipertentangkan dengan sastra
lisan atau cerita rakyat yang pada umumnya berbentuk lisan. Yang dimaksud
dengan sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi sastra warga
suatu kebudayaan dan diturun temurunkan secara lisan dari mulut kemulut.
Sastra lisan dapat
dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Bahasa
rakyat seperti logat dan sindiran.
2. Ungkapan
tradisional seperti peribahasa, pepatah maupun nasehat.
3. Pertanyaan
rakyat, seperti wata-watangke dalam masyarakat muna.
4. Puisi
rakyat, seperti pantun dan syair.
5. Cerita
rakyat seperti mite, dongeng dan legenda.
6. Nyanyian
rakyat. Gaffar dalam Malonda (2011:13)
Hutomo dalam Malonda
(2011:12) mengemukakan bahwa sastra lisan atau kesusastraan lisan adalah
kesusastraan yang mencakup ekspresi warga suatu kehidupan yang disebarluaskan
dan diturun-temurunkan pada generasi berikutnya secara lisan dari mulut
kemulut. Penyebarluasan ini selanjutnya membagi sastra lisan dalam 3 bagian
yaitu:
1. Bahasa
yang bercorak cerita seperti cerita biasa, mitos, efik, memori, dan cerita
tutur.
2. Bahasa
yang bukan cerita seperti ungkapan, nyanyian kerja, peribahasa, teka-teki,
puisi lisan, dan nyanyian sedih misalnya lagu lakadandio.
3. Bahassa
yang bercorak latihan seperti drama pentas, dan drama arena.
2.5
Tradisi
Lisan
Tradisi sejarah di
Indonesia pada umumnya berada dalam lingkungan keratin (istana sentris) dimana
hasilnya dikenal sebagai sejarah tradisional (historograf traditional). Dalam
lingkungan kerato terdapat orang ahli menulis yang disebut dengan istilah
pujangga. Para pujangga umumnya menuliskan silsilah kehidupan keluarga raja,
hokum maupun karya sastra. Untuk memperkuat tulisannya, biasanya para pujangga
ini menggunakan mitos dan legenda dalam tradisi sejarahnya sehingga tokoh raja
dalam tulisannya akan mendapat pulung (charisma) yang diwariskan oleh penguasa
sebelumnya. Misalnya karya
histeriografis traditional Kitab para raton, Sundayana, Rustaka Wansa Kerta,
cerita para hiyangan, dan babat tanah jawi.
Dalam tradisi lisan,
Peranan orang yang dituakan dalam kelompok msyarakat seperti kepala adat atau
kepala suku sangat penting. Mereka diberi kepercayaan oleh kelomponya untuk
menjaga dan memelihara tradisi mereka yang diturunkan secara turun-temurun.
Satu elomok adat dalam masyarakat yang mempunyai nilai, norma, tradisi, adat
dan budaya yang sama akan, akan mempunyai jejak-jejak masa lampaunya. Dalam
masyarakat yang belum mengenal tulisan, jejak-jejak masa lampaunya disebar
luaskan dan diwariskan secara turun temurun pada generasi berikutnya secara
lisan dengan menjadi bagian dari tradisi lisan. Karya-karya dalam tradisi lisan
merupakan bagian ari sebuah folklore.
Folklore diartikan
sebagai sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik (bahasa, rambut
dan warnah kulit) sosial dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok
masyarakat lainnya. Ciri-ciri folklore adalah penyebaran dan pewarisannya lebih
banyak diturunkan secara lisan, bersifat tradisional, anonym, kolektf, dan
mempunyai pesan moral bagi generasi berikutnya.
Masyarakat yang belum
mengenal tulisan, mereka mempertahankan tradisi leluhur mereka secara lisa.
Cara mereka menyumbangkan tradisi sejarah adalah dengan mewariskannya secara
lisan menurut ingatan kolektif anggota masyarakatnya. Cara lain addalah
dibuatnya dalam bentuk karya seperti lukisan, monument, tugu, dan peralatan
hidup.
2.6
Pengertian
Nilai
Kandungan nilai suatu
karya sastra lama adalah unsur esensial dari karya itu secara keseluruhan.
Pengungkapan nilai-nilai yang terdapat dalam suatu karya sastra buka saja akan
memberikan pemahaman akan latar belakang sosial yang terjadi dalam masyarakat
tempat karya sastra tersebut lahir. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Supardji Joko Darmo dalam Herman (2010:9) bahwa sastra mencerminkan norma,
yakni ukuran perilaku yang oleh anggota masyarakat diterima sebagai cara yang
benar dalam bertindak dan menyimpulkan sesuatu. Sastra juga mencerminkan
nilai-nilai yang secara sadar diformulasikan dan diusahakan oleh warganya dalam
masyarakat. (Yunus, dkk. Dalam Herman, 2010:10)
Nilai adalah sesuatu
yang penting atau hal-hal yang bermafaat bagi manusia atau kemanusiaan yang
menjadi sumber ukuran dalam sebuah karya sastra. Nilai adalah ide-ide yang
menggambarkan serta yang membentuk suatu cara dalam sistem masyarakat sosial
yang merupakan rantai penghubung secara terus-menerus dari kehidupan generasi
berikutnya.
Penjabaran nilai dalam
karya sastra oleh banyak ahli, sangatlah beragam. Wahid dalam Herman (2010:11)
mengemukakan bahwa seorang penulis tidak mungkin mengelakkan diri dari penggunaan
ide mengenai nilai. Selanjutnya nilai-nilai tersebut dapat diuraikan dalam
kelompok yang lebih kecil yaitu nilai agama terdiri atas nilai tauhid, nilai
pengetahuan, nilai menyerah kepada takdir; nilai sosial terdiri atas nilai
gotong royong, musyawarah, kepatuhan, kesetiaan dan keikhlasan; nilai moral
terdiri atas nilai kejujuran, kesopanan, ketabahan, dan menuntut malu atau
harga diri. (Zahafudin dalm Herman, 2010:11)
2.7
Nilai
Pendidikan
Kata pendidkan berasal
dari kata pedagogi (pedagogie, bahsa
Latin) yang berarti pendidikan dan kata pedagogi (paedagogik) yang berarti ilmu pendidkan yang berasal dari bahasa
yunani.pedagogi berasal dari 2 kata yaitu Paedos
yang berarti anak dan Agoge yang
berarti saya membimbing.sedangkan pedagogis ialah seorang pelayan atau bujang
pada zaman Yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak
(siswa) dari sekolah. Pendidkan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang
bertalian dengan perkembangan manusia mulai perkembangan fisik, kesehatan, dan
keterampilan pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai pada perkembagnan iman.
Perkembangan ini mengacu pada perkembangan manusia menjadi lebih sempurna,
membuat manusia meningkatkan hidupnya
pada kehidupan alamiah menjadi berbudya dan bermoral.
Sebagaimana dikutip oleh
Ahmad Tafsir, Rupert C. Lodge, dalam Malonda (2011:24) dalam bukunya Philosophy of Education, menyatakan
dalam pengertian yang luas, pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Namun
faktanya tidak semua pengalaman itu dapat dikatakan pendidikan. Mencuri,
mencontek, bolos sekolah misalnya, bagi orang yang pernah melakukannya tentunya
mempunyai banyak pengalaman, tetapi pengalaman itu tidak dapat dikatakan
pendidikan karena pendidikan itu memiliki tujuan yang mulia, baik dihadapan
manusia itu sendiri, maupun dihadapan Tuhan.
3.1 Metode dan Jenis Penelitian
3.1.1
Metode
Penelitian
Metode yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif metode ini
berhubungan langsung dengan pengumpulan dan pengkajian data dalam laporan
penelitian. Penggunaan metode ini
bertujuan untuk mendeskripsikan sistematis, factual, dan akurat melalui
pengamatan yang direalisasikan melalui kata atau kalimat, bukan dengan data
statistik. Semua akan dikemukakan dengan apa adanya sesuai kenyataan dan
pengamatan yang ditemukan dalam penelitian.
Pendekatan kualitatif
digunakan karena hal yang akan diteliti berkenaan dengan gejala-gejala sosial
budaya, dalam hal ini masyarakat Muna di desa Torobulu kecamatan Laeya
kabupaten Konawe Selatan, serta penelitian ini juga berusaha untuk memahami
konteks budaya masyaarakat Muna yang ada di desa Torobulu kecamatan Laeya
kabupaten Konawe Selatan sehingga dapa menemukan gambaran-gambaran umum terkait
objek yang akan diteliti.
3.1.2
Jenis
Penelitian
Penelitian ini
tergolong penelitian lapangan. Peneliti terlibat langsung di lapangan untuk
mengamati serta memperoleh dan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan saat
penelitian.
3.2 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah hasil pengematan pada
prosesi upacara Karia yang direkam langsung serta wawancara dengan informan
tokoh adat yang menjadi informan dalam penelitian ini. Sumber data dalam
penelitian ini adalah sekelompok orang yang mengadakan prosesia Karia serta
yang mengetahui jalannya prosesi karia itu sendiri, dalam hal ini tokoh-tokoh
masyarakat dan tokoh adat.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah teknik rekaman dan catat. Teknik pengambilan datanya yatu:
1. Teknik
rekam digunakan untuk merekam tuturan dalam prosesi karia pada masyarakat Muna
di desa Torobulu kecamatan Laeya kabupaten Konawe Selatan.
2. Teknik
catat adalah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan
dengan prosesi karia dengan cara mencatat hal-hal penting di luar data rekaman
untuk memperoleh informasi tambahan.
3.4 Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian
ini dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data dideskripsikan dalam bentuk
kata atau kalimat untuk menemukan unsur-unsurnya. Adapun tahapannya yaitu:
1. Transkrip
rekaman data, yaitu memindahkan data kedalam bentuk tulisan yang sebenarnya.
2. Klasifikasi
data, mengumpulkan semua data yang sesuai dengan bentuk karakter yang memenuhi
syarat.
3. Penerjemahan
data, yaitu menerjemahkan semua data yang dikumpulkan, ke dalam bahasa
Indonesia
4. Deskripsi,
yaitu peneliti mendeskripsikan secara keseluruhan nilai yang terdapat dalam
prosesi upacara karia.
5. Analisis
data, yaitu peneliti menganalisis semua data
yang telah dikumpulkan baik dalam bentuk tulisan maupun rekaman
berdasasrkan maknanya.
DAFTAR PUSTAKA
Soetarno, 2008. Peristiwa Sastra Melayu Lama. Jakarta: Widya Duta
Djamaris Edwar, 1993. Menggali Khazana Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta:
Balai Pustaka
Malonda Alimin, 2011. Nilai Pendidikan dan Nilai Moral dalam Falia pada Masyarakat Muna di
Kecamatan Parigi Kabupaten Muna, Skripsi. Kendari: FKIP