PRAGMATIK
SEJARAH
PERKEMBANGAN PRAGMATIK
OLEH:
A B
I D I N
A2 D1 09
123
JURUSAN PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
K
E N D A R I
2
0 1 1
A.
PERKEMBANGAN
PRAGMATIK
Pragmatik
sebagai salah satu cabang ilmu linguistik mulai berkumandang dalam percaturan
linguistik amerika sejak tahun 1970-an. Pada tahun-tahun sebelumnya, khususnya
tahun 1930-an, linguisitk dianggap hanya mencakup fonetik, morfologi, dan
fnemik. Dalam era linguistik itu yang lazim pula disebut linguistik era
Bloomfield, kajian sintaksis dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan makna
dikesampingkan dalam pencaturan linguistik karena dianggap terlampau sulit
untuk diteliti dan dalam proses analisis.
Pada
tahun 1950-an dengan berkembangnya teori linguistik Chomsky, sintaksis telah
mendapatkan tempat dalam linguistik. Dalam teorinya, linguistik yang berlatar
belakang filsafat mentalis ini menegaskan bahwa sintaksis merupakan bagian dari
linguistik yang bersifat sentral. Gagasan kesentralan sintaksis itu kemudian
mendatangkan pradigma baru dalam dunia linguietik. Sekalipun linguistik Chomsky
dianggap lebih maju disbanding era linguistik sebelumnya, bagi tokoh ini
masalah makna masih dianggap sulit untuk dianalisis.
Pada
awal tahun 1970-an, para linguis yang bernuansa transformasi generative seperti
Ross dan Lokoff,menyatakan bahwa kajian sintaksis itu tidak bias memisahkan
diri dengan konteksnya. Sejak saat itu pula lahir sosok baru dalam dunia
linguistik yang disebut prgmatik, khususnya untuk linguistik yang berkembang
dibelahan bumi Amerika. Dapat dikatakan bahw dengan munculnya tokoh-tokoh itu
telah menandai telah runtuhnya hipotesis tentang teori-teori bahasa yang telah
berkembang diera-era sebelumnya.
Istilah
pragmatik sebenarnya sudah mulai dikenal sejak masa hidupnya seorang filusufi
terkenal bernama Charles Morris. Dalam memunculkan istilah pragmatic, Morris
mendasarkan pemikirannya berdasarkan gagasan filusufi-filusufi pendahulunya
seperti Charles Shanders Phierce, dan John Lokey yang banyak menggeluti ilmu
tanda dan ilmu lambang semasa hidupnya yang biasa dinamai semiotika
(semiotics). Dengam mendasarkan pada gagasan filusufi itu, Morris membagi ilmu
tanda dan ilmu lambing kedalam tiga bagian yakni sintaktika (sintaktics) yakni
ilmu tentang relasi formal tanda-tanda, semantika (semantics) yakni studi
relasi tentang tanda-tanda dengan objeknya, dan pragmatika (pragmatics) yakni
studi relasi tentang tanda-tanda dengan penafsirnya. Berawal dari filusufi
ternama inilah pragmatic terlahir dan bertengger dalam dunia linguistik.
Linguistik
yang lazimnya disebut sebagai ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa keseharian
manusia, memiliki beberapa cabang. Cabang-cabang tersebut secara linguistik
dapat diurutkan: fonologi, morfologi, sintaksis, semantic dan pragmatik. Dari
urutan cabang-cabang linguistik itu, tampak bahwa pragmatic merupakan ilmu
linguistik yang paling baru.
Verhar
(1996) menyebutkan bahwa lazimnya fonologi dibicarakan berdampingan dengan
fonetik. Sebab keduanya sama-sama meneliti bunyi bahasa. Fonetik meneliti bunyi
bahasa berdasarkan pelafalannya dan sifat akustiknya Sedangkan fonologi
meneliti bunyi bahasa berdasarkan fungsinya. Morfologi dikatakan sebagai ilmu
yang mempelajari struktur internal kata, sintaksis mempelajari susunan kata
dalam kalimat, semantic mempelajari perihal makna, sementara itu, pragmatic
mempelajari apa saja yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi
Antara penutur dan mitra tutur serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang
sifatnya ekstralinguistik.
B.
Aspek-aspek
Pragmatik
Beberapa
aspek Pragmatik seperti di bawah ini:
1. Penutur
dan lawan tutur
Konsep
penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan yang
bersangkutan dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. Aspek-aspek tersebut adalah
usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan
sebagainya.
2. Konteks
tuturan
Konteks di sini meliputi
semua latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui
bersama oleh penutur dan lawan tutur, serta yang menunjang interpretasi lawan
tutur terhadap apa yang dimaksud penutur dengan suatu ucapan tertentu.
3. Tujuan
tuturan
Setiap
situasi tuturan atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula.
Kedua belah pihak yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu kegiatan
yang berorientasi pada tujuan tertentu.
4. Tuturan
sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur
Dalam
pragmatik ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan yaitu kegiatan tindak
ujar. Pragmatik menggarap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi
yang berlangsung di dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu.
5. Tuturan
sebagai produk tindak verbal
Dalam
pragmatik tuturan mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya
pada tindak verbalnya itu sendiri.
Jadi
yang dikaji oleh pragmatik bukan hanya tindak ilokusi, tetapi juga makna atau
kekuatan ilokusinya.(Leech, 1993:19) Pertimbangan aspek-aspek situasi tutur
seperti di atas dapat menjelaskan keberkaitan antara konteks tuturan dengan
maksud yang ingin dikomunikasikan.
Kesimpulan
Berdasarkan
latar belakang perkembangan pragmatik dapat disimpulkan bahwa kehadiran
pragmatik disebabkan kerena adanya ketidakpuasan terhadap analisis bahasa yang
hanya menekankan pada unsusr-unsur formal bahasa saja. Bahasa dipandang sebagai
perwakilan atau perwujudan dari symbol-simbol bahasa. Sementara itu, perwujudan
atau symbol-simbol bahasa hadir apabila ada sesuatu yang mendasarinya yang berupa
unsur-unsur non kebahasaan. Para penganut strukturalis dalam menganalisis
bahasa hannya menekankan pada struktur formal bahasa. Bahasa (kalimat) hanya
dikatakan lengkap apabila memuat unsur pembentuknya dalam hal ini subjek (S)
dan predikat (P) yang hanya ditandai dari segi aktif, pasif, transitif,
intransitif, semitransitif. Sementara itu unsur-unsur yang menyertai kehadiran
sebuah kalimat terkadang diabaikan. Para penganut pragmatik berpandangan bahwa
bahasa sellu hadir bersamaan dengan konteks. Baik konteks lingual maupun ekstra
lingual. Dalam analisis pragmatik, kajian bahasa tidak bias dilakukan tanpa
mempertimbangkan kontekks situasi yang meliputi penutur dan mitra tutur,
situasi, tujuan pembicaraan, serta dampak atau bentuk-bentuk perubahan yang
ditimbulkan akibat tindakan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar