Powered By Blogger

Rabu, 06 Juni 2012

PROPOSAL BAB I + BAB II (KEMAMPUAN MENULIS TEKS DRAMA)


KEMAMPUAN MENULIS TEKS DRAMA
(MENGUBAH TEKS CERPEN MENJADI TEKS DRAMA)
SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 LAINEA



TUGAS
                       
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Bahasa Penalaran

 OLEH
ABIDIN
A2D1 09 123


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Aneka metode dan sistem pembelajaran selalu direvisi disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini terbukti dengan adanya revisi kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini yang dilakukan oleh Depdiknas. Sejalan dengan hal tersebut, pencapaian target kurikulum nasional akan berjalan dengan optimal manakala ditunjang dengan metode dan teknik pembelajaran yang baik dari guru. Artinya guru adalah pusat pendidikan yang berperan penting dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.
Dalam Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ketentuan tersebut dipertajam lagi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses yang menyatakan bahwa kegiatan inti dalam pembelajaran dilakukan dengan  menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Wahab yang dikutip Solihatin (2008:1), iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan gairah belajar  peserta didik. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Dengan demikian, pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi peserta didik  merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh guru (Solihatin, 2008: 1).
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, sastra merupakan salah satu materi pengajaran yang harus disampaikan. Pengajaran sastra termasuk dalam pengajaran yang sudah tua dan sampai sekarang tetap bertahan dalam pengajaran dan juga tercantum dalam kurikulum sekolah. Bertahannya pengajaran sastra di sekolah dikarenakan pengajaran sastra mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai aspek tujuan pendidikan, seperti aspek pendidikan susila, sosial, sikap, penilaian, dan keagamaan (Rusyana 1982:26). Rusyana juga mengungkapkan bahwa tujuan pengajaran sastra adalah agar siswa memperoleh pengalaman sastra dan pengetahuan sastra. Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pengajaran sastra, pengetahuan sastra yang diajarkan pada siswa hendaknya berangkat dari suatu penghayatan atas suatu karya sastra yang konkrit. Hal ini berarti bahwa pengetahuan ini merupakan pelengkap pengalaman sastra sehingga siswa betul-betul memperoleh akar yang kuat. Sehubungan dengan hal tersebut maka nilai pengajaran sastra memiliki dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak, yaitu (a) pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam, dan (b) pengajaran sastra hendaknya mampu memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan kualitas kepribadian siswa, misalnya ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Dalam pembelajaran sastra khususnya drama, siswa diharapkan dapat menulis teks drama. Selain itu, dengan menulis teks drama pengalaman batin siswa akan bertambah, wawasan siswa semakin luas sehingga terbentuk sikap posistif dalam diri siswa untuk menghadapi norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pembelajaran menulis teks sastra, khususnya pada kompetensi menulis teks drama, guru cenderung tidak memberikan pembelajaran secara maksimal karena guru merasa bahwa pembelajaran menulis teks drama tidak begitu penting.  Guru lebih banyak memberikan teori mengenai menulis teks drama tanpa memberikan kesempatan yang lebih kepada siswa untuk menuangkan ide dan kreatifitasnya dalam menulis teks drama. Padahal dalam kenyataannya pembelajaran sastra khususnya drama dapat membina perasaan siswa dan mampu memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan kualitas kepribadian siswa, misalnya ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Selain itu, sering ditemukan beberapa permasalahan di antaranya siswa kurang berminat dan kurang serius dalam mengikuti pelajaran, banyak siswa yang mengeluh jika kegiatan pembelajaran sampai pada menulis. Mereka merasa kesulitan dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam sebuah tulisan.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis, khususnya menulis teks drama. SMA Negeri 1 Lainea menjadi objek dalam penelitian ini. Memilih sekolah ini dengan pertimbangan bahwa sekolah ini telah masuk dalam kategori sekolah RSBI atau sekolah Rincian Sekolah Bertaraf Internasional. SMA Negeri 1 lainea juga dinobatkan sebagai sekolah percontohan di kabupaten Konaawe Selatan. Selain itu, penelitian tentang menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama) belum pernah dilakukan di SMA Negeri 1 Lainea.
 Aspek yang digunakan untuk melihat kemampuan siswa dalam menulis teks drama yaitu dengan menggunakan media cerpen. Teks cerpen yang dibagikan oleh peneliti akan dialihbentukkan menjadi sebuah teks drama, kemudian hasil tulisan yang berbentuk teks drama tersebut yang akan dijadikan acuan dalam melihat kemampuan siswa menulis teks drama. Cerpen digunakan sebagai media penelitian dengan pertimbangan bahwa yang menjadi objek penelitian adalah siswa SMA sehingga perlu disiapkan sebuah pola agar cara berpikir siswa dalam menulis sebuah teks drama lebih terarah. Penelitian ini menggunakan teks cerpen dari empat buah buku kumpulan cerpen yaitu “Riwayat Negeri yang Haru (kumpulan cerpen kompas terpilih 1981-1990), Cari Aku di Canti (Kumpulan Cerpen wa ode Wulan Ratna), Mencari Tuhan (Kumpulan Cerpen Muhammad Amir Jaya), dan Nyanyian Cinta (Antologi Cerpen Santri Pilihan)” yang akan diubah menjadi sebuah teks drama. Penulis memilih cerpen sebagai media penelitian atau aspek penelitian dengan pertimbangan bahwa cerpen mengandung unsur-unsur drama yang sangat kuat dalam membantu siswa merangkai sebuah teks drama sehingga memudahkan siswa dalam tahap pembelajaran penulisan teks drama. Adapun yang dapat tercapai yakni penuntasan kompetensi dasar yang terdapat dalam silabus. Selain itu, siswa juga dapat memetik banyak pesan yang tersirat dalam naskah drama yang dibuatnya disadur dari teks cerpen dan nantinya dapat di implementasikan dalam kehidupan siswa.

1.2   Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah kemampuan menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama)  siswa kelas XI SMA Negeri 1 Lainea?”

1.3   Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama) siswa kelas XI SMA Negeri 1 Lainea.

1.4   Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
  1. Bahan masukan bagi guru-guru bahasa Indonesia untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
  2. Bahan informasi bagi mereka yang ingin mengetahui kemampuan menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama) siswa kelas XI SMA Negeri1 Lainea.
  3. Bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang relevan dengan hasil penelitian ini.

2.5   Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama) untuk melihat tingkat kemampuan siswa dalam menulis teks drama siswa kelas XI SMU Negeri 1 Lainea.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Hakikat Menulis Naskah Drama
2.1.1 Hakikat Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak  secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan,1986:3). Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. 
Menurut Akhadiah, dkk.(1988:2), menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan. Ini berarti bahwa kita melakukan kegiatan dalam beberapa tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi.
Menulis, seperti halnya ketiga keterampilan berbahasa lainnya, merupakan suatu proses perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang penulis. Menulis menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik. Selanjutnya, menuntut penelitian yang terperinci, observasi yang saksama, pembeda yang tepat dalam pemilihan judul, bentuk, dan gaya.
Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan yang digunakan sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus-menerus dan teratur (Suriamiharja,dkk.1996:2).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses bernalar untuk menuangkan gagasan dengan menggunakan kosakata dan kaidah kebahasaan dalam bentuk tulis, yang disampaikan pada orang lain secara tidak langsung.

2.1.2 Hakikat Drama
Harymawan dalam bukunya dramaturgi (1988:1), mengungkapkan bahwa istilah drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya. Dalam pengertian lain Sumardjo dan Saini (1993 : 31) menyatakan bahwa drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya.
Brunetiere dan Verhagen (dalam Hasanudin,1996:2), drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulton (dalam Hasanudin, 1996: 2) adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung. 
Drama adalah kualitas komunikasi, situasi action (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar/penonton (Harimawan KMA,1986: 16). Menurut Waluyo drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, belaku, bertindak, atau bereaksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action. Sedangkan drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang dadasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa drama adalah karangan cerita atau rangkaian peristiwa yang dikaitkan secara kronologis dalam situasi bahasa dialog dan paparan perilaku dalam teks untuk dipentaskan diatas panggung.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa menulis naskah drama merupakan kegiatan mengekspresikan karangan cerita atau rangkaian peristiwa yang dikaitkan secara kronologis dalam situasi bahasa dialog dan paparan perilaku dalam teks. Luxemburg, dkk.(1989: 23) mengemukakan bahwa yang membedakan naskah drama dengan naskah lain adalah naskah drama menggunakan situasi bahasa dialog.


DAFTAR PUSTAKA

Suherli. (2008) Menulis Karangan Ilmiah.  Kajian dan Penuntun dala Menulis Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Arya Duta
Pradotokusumo, Partini Sardjono. (2002) Pengkajian Sastra. Jakarta: Wacana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar