KEMAMPUAN MENULIS TEKS DRAMA
(MENGUBAH TEKS CERPEN MENJADI TEKS DRAMA)
SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 LAINEA
TUGAS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Bahasa Penalaran
OLEH
ABIDIN
A2D1 09 123
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Aneka metode dan sistem pembelajaran selalu direvisi
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini terbukti dengan adanya revisi
kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini yang dilakukan oleh
Depdiknas. Sejalan dengan hal tersebut, pencapaian target kurikulum nasional
akan berjalan dengan optimal manakala ditunjang dengan metode dan teknik
pembelajaran yang baik dari guru. Artinya guru adalah pusat pendidikan yang
berperan penting dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.
Dalam
Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ketentuan
tersebut dipertajam lagi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41
Tahun 2007 tentang standar proses yang menyatakan bahwa kegiatan inti dalam
pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan
mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi. Wahab yang dikutip Solihatin (2008:1), iklim pembelajaran yang
dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan dan gairah belajar peserta
didik. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan
guru dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Dengan demikian, pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan kurikulum dan potensi peserta didik
merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh guru
(Solihatin, 2008: 1).
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, sastra merupakan
salah satu materi pengajaran yang harus disampaikan. Pengajaran sastra termasuk
dalam pengajaran yang sudah tua dan sampai sekarang tetap bertahan dalam
pengajaran dan juga tercantum dalam kurikulum sekolah. Bertahannya pengajaran
sastra di sekolah dikarenakan pengajaran sastra mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mencapai aspek tujuan pendidikan, seperti aspek pendidikan
susila, sosial, sikap, penilaian, dan keagamaan (Rusyana 1982:26). Rusyana juga
mengungkapkan bahwa tujuan pengajaran sastra adalah agar siswa memperoleh
pengalaman sastra dan pengetahuan sastra. Salah satu upaya dalam mencapai
tujuan pengajaran sastra, pengetahuan sastra yang diajarkan pada siswa
hendaknya berangkat dari suatu penghayatan atas suatu karya sastra yang
konkrit. Hal ini berarti bahwa pengetahuan ini merupakan pelengkap pengalaman
sastra sehingga siswa betul-betul memperoleh akar yang kuat. Sehubungan dengan
hal tersebut maka nilai pengajaran sastra memiliki dua tuntutan yang dapat
diungkapkan sehubungan dengan watak, yaitu (a) pengajaran sastra hendaknya
mampu membina perasaan yang lebih tajam, dan (b) pengajaran sastra hendaknya
mampu memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan kualitas kepribadian siswa,
misalnya ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Dalam pembelajaran
sastra khususnya drama, siswa diharapkan dapat menulis teks drama. Selain itu,
dengan menulis teks drama pengalaman batin siswa akan bertambah, wawasan siswa
semakin luas sehingga terbentuk sikap posistif dalam diri siswa untuk
menghadapi norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pembelajaran menulis teks sastra, khususnya pada kompetensi
menulis teks drama, guru cenderung tidak memberikan pembelajaran secara
maksimal karena guru merasa bahwa pembelajaran menulis teks drama tidak begitu
penting. Guru lebih banyak memberikan
teori mengenai menulis teks drama tanpa memberikan kesempatan yang lebih kepada
siswa untuk menuangkan ide dan kreatifitasnya dalam menulis teks drama. Padahal
dalam kenyataannya pembelajaran sastra khususnya drama dapat membina perasaan
siswa dan mampu memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan kualitas
kepribadian siswa, misalnya ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan.
Selain itu, sering ditemukan beberapa permasalahan di antaranya siswa kurang
berminat dan kurang serius dalam mengikuti pelajaran, banyak siswa yang
mengeluh jika kegiatan pembelajaran sampai pada menulis. Mereka merasa
kesulitan dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam sebuah tulisan.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis, khususnya
menulis teks drama. SMA Negeri 1 Lainea menjadi objek dalam penelitian ini.
Memilih sekolah ini dengan pertimbangan bahwa sekolah ini telah masuk dalam
kategori sekolah RSBI atau sekolah Rincian Sekolah Bertaraf Internasional. SMA
Negeri 1 lainea juga dinobatkan sebagai sekolah percontohan di kabupaten
Konaawe Selatan. Selain itu, penelitian tentang menulis teks drama (mengubah
teks cerpen menjadi teks drama) belum pernah dilakukan di SMA Negeri 1 Lainea.
Aspek yang digunakan
untuk melihat kemampuan siswa dalam menulis teks drama yaitu dengan menggunakan
media cerpen. Teks cerpen yang dibagikan oleh peneliti akan dialihbentukkan
menjadi sebuah teks drama, kemudian hasil tulisan yang berbentuk teks drama
tersebut yang akan dijadikan acuan dalam melihat kemampuan siswa menulis teks
drama. Cerpen digunakan sebagai media penelitian dengan pertimbangan bahwa yang
menjadi objek penelitian adalah siswa SMA sehingga perlu disiapkan sebuah pola
agar cara berpikir siswa dalam menulis sebuah teks drama lebih terarah.
Penelitian ini menggunakan teks cerpen dari empat buah buku kumpulan cerpen
yaitu “Riwayat Negeri yang Haru (kumpulan cerpen kompas terpilih 1981-1990),
Cari Aku di Canti (Kumpulan Cerpen wa ode Wulan Ratna), Mencari Tuhan (Kumpulan
Cerpen Muhammad Amir Jaya), dan Nyanyian Cinta (Antologi Cerpen Santri Pilihan)”
yang akan diubah menjadi sebuah teks drama. Penulis memilih cerpen sebagai
media penelitian atau aspek penelitian dengan pertimbangan bahwa cerpen
mengandung unsur-unsur drama yang sangat kuat dalam membantu siswa merangkai
sebuah teks drama sehingga memudahkan siswa dalam tahap pembelajaran penulisan
teks drama. Adapun yang dapat tercapai yakni penuntasan kompetensi dasar yang
terdapat dalam silabus. Selain itu, siswa juga dapat memetik banyak pesan yang
tersirat dalam naskah drama yang dibuatnya disadur dari teks cerpen dan
nantinya dapat di implementasikan dalam kehidupan siswa.
1.2 Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah “
Bagaimanakah kemampuan menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks
drama) siswa kelas XI SMA Negeri 1
Lainea?”
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
kemampuan menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama) siswa
kelas XI SMA Negeri 1 Lainea.
1.4 Manfaat
Penelitian
Dari
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
- Bahan masukan bagi guru-guru bahasa Indonesia untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
- Bahan informasi bagi mereka yang ingin mengetahui kemampuan menulis teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama) siswa kelas XI SMA Negeri1 Lainea.
- Bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang relevan dengan hasil penelitian ini.
2.5 Ruang
Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis
teks drama (mengubah teks cerpen menjadi teks drama) untuk melihat tingkat
kemampuan siswa dalam menulis teks drama siswa kelas XI SMU Negeri 1 Lainea.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Menulis Naskah Drama
2.1.1 Hakikat Menulis
Menulis
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi
secara tidak langsung, tidak secara
tatap muka dengan orang lain (Tarigan,1986:3). Menulis merupakan suatu kegiatan
yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil
memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis
tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang
banyak dan teratur.
Menurut
Akhadiah, dkk.(1988:2), menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan.
Ini berarti bahwa kita melakukan kegiatan dalam beberapa tahap, yakni tahap
prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi.
Menulis,
seperti halnya ketiga keterampilan berbahasa lainnya, merupakan suatu proses
perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan,
keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang
penulis. Menulis menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis,
diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik. Selanjutnya, menuntut
penelitian yang terperinci, observasi yang saksama, pembeda yang tepat dalam
pemilihan judul, bentuk, dan gaya.
Dalam
menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan
dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tatabahasa tertentu
atau kaidah kebahasaan yang digunakan sehingga dapat menggambarkan atau
menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk
terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus-menerus dan teratur
(Suriamiharja,dkk.1996:2).
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses
bernalar untuk menuangkan gagasan dengan menggunakan kosakata dan kaidah
kebahasaan dalam bentuk tulis, yang disampaikan pada orang lain secara tidak
langsung.
2.1.2 Hakikat Drama
Harymawan
dalam bukunya dramaturgi (1988:1), mengungkapkan bahwa istilah drama berasal
dari bahasa Yunani draomai yang
berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya. Dalam pengertian
lain Sumardjo dan Saini (1993 : 31) menyatakan bahwa drama adalah karya sastra
yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya.
Brunetiere
dan Verhagen (dalam Hasanudin,1996:2), drama adalah kesenian yang melukiskan
sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan
perilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulton (dalam Hasanudin, 1996: 2)
adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan
manusia yang diekspresikan secara langsung.
Drama
adalah kualitas komunikasi, situasi action (segala apa yang terlihat dalam
pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar/penonton (Harimawan
KMA,1986: 16). Menurut Waluyo drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, belaku,
bertindak, atau bereaksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action. Sedangkan drama naskah dapat
diberi batasan sebagai salah satu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog
yang dadasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Dari
beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa drama adalah karangan
cerita atau rangkaian peristiwa yang dikaitkan secara kronologis dalam situasi
bahasa dialog dan paparan perilaku dalam teks untuk dipentaskan diatas
panggung.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa menulis naskah drama merupakan kegiatan mengekspresikan
karangan cerita atau rangkaian peristiwa yang dikaitkan secara kronologis dalam
situasi bahasa dialog dan paparan perilaku dalam teks. Luxemburg, dkk.(1989:
23) mengemukakan bahwa yang membedakan naskah drama dengan naskah lain adalah
naskah drama menggunakan situasi bahasa dialog.
DAFTAR PUSTAKA
Suherli. (2008) Menulis
Karangan Ilmiah. Kajian dan Penuntun
dala Menulis Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Arya Duta
Pradotokusumo, Partini Sardjono. (2002) Pengkajian Sastra. Jakarta: Wacana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar